Sabtu, Juli 26, 2008

NR. INA HUDA: TAK PERLU MELANGKAH DALAM KEGELAPAN



Boleh jadi, tidak banyak yang tahu bahwa Nr. Ina Huda pernah beberapa kali mendapatkan penghargaan dari beberapa lomba penulisan fiksi yang diadakan oleh media massa ibukota, diantaranya dari majalah Annita Cemerlang, SARINAH dan FEMINA. Padahal penulis yang sekarang tinggal di Perum Doro Kencono Asri No.55, Dororejo, Doro, Kabupaten Pekalongan ini dulu terkenal produktif dalam berkarya.

Sekarang Nr. Ina huda tidak seproduktif dulu dalam menulis. Namun setidaknya, beberapa bulan lalu sebuah novel kembali lahir dari kreativitasnya. Novel itu berjudul “Ketika Elang Kembali Ke Sarang” yang diterbitkan oleh Diwan Publishing, Jakarta.

Namun yang pasti, pengalaman dan pengetahuannya dalam dunia penulisan kreatif layak dijadikan pelajaran bagi kita yang tengah merangkak ataupun tertatih-tatih ingin menghasilkan karya.

Ditemui di kediamannya, wanita yang mulai menulis di tahun 1984 ini bertanya: “Apa sesungguhnya yang menarik dari dunia menulis?” Lalu melanjutkan bahwa pertanyaan serupa acapkali dia lontarkan dalam sebuah perbincangan tentang dunia menulis. Dan keragu-raguan para remaja menjawab menjadi pemaklumannya akan kondisi dunia penulisan kreatif mereka. Ina Huda mengemukakan, dari beberapa kali terlibat obrolan dengan remaja seputar dunia penulisan kreatif, keingintahuan mereka terhadap dunia menulis masih sebatas ‘ketertarikan pada permukaan saja’. Pengetahuan mereka tentang menulis pun masih cukup sederhana untuk tidak menyebut memprihatinkan. Bahkan lebih ironis lagi, dalam sebuah acara di mana Ina Huda didapuk menjadi pembicara, terungkap bahwa sebagian (besar) peserta datang hanya karena ditunjuk untuk mewakili sekolah dan bukan karena benar-benar berminat menimba ilmu penulisan kreatif.

“Rasa suka itu amat penting untuk menggeluti sesuatu,” kata Ina Huda sembari mengutip Leonhardt (kaifa,2005), rasa suka terhadap suatu kegiatan merupakan prasyarat untuk keberhasilan di bidang apapun. Demikian pula halnya dalam menulis. Rasa suka inilah yang akan membuat kita bergairah dalam menulis maupun mempelajari penulisan kreatif. Selain itu juga dibutuhkan kepekaan dan sensitivitas. Hal ini bisa dilatih dengan selalu membuka diri pada apapun yang ada di sekitar. “Buka mata, buka teling, buka hati,” lanjutnya.

Untuk membuat kemampuan berbahasa kita berkembang, kita harus banyak membaca. Jangan segan membaca karya orang lain yang sudah diakui atau dimuat di media. Meski kita lebih meminati penulisan fiksi, membaca tidak harus melulu karya fiksi. Semua bacaan akan berguna dalam memperkaya hasil tulisan kita.

Bagaimana dengan teori menulis? Meski bukanlah sebuah kemutlakan, teori menulis menjadi salah satu sarana yang ampuh untuk menambah pengetahuan menulis. Walaupun harus diakui, keinginan yang tumbuh dari dalam diri dan kemauan keras lah yang akan mengantarkan seseorang menjadi penulis.

Dan juga, bergaul lah dengan para penulis. Dengan mempunyai teman sesama penulis kita akan bisa saling berbagi pengalaman, bertukar informasi, maupun saling memotivasi. Hal ini akan memberikan rangsangan positif untuk memacu diri bersaing dalam berkarya.

Kemunculan kelompok penulis seperti Komunitas Rumah Imaji (KRI) adalah hal positif. Hal ini akan mempermudah para peminat dunia menulis untuk saling belajar. Sayangnya, dari beberapa kali perbincangan kreatif yang diadakan KRI belum banyak peminatnya. Ini mungkin karena banyak remaja yang masih berpikir bahwa menulis hanyalah sebuah kegiatan yang membuang-buang waktu saja.

Atau juga karena kiprah KRI sendiri belum banyak diketahui oleh mereka. Karena itu beliau menyarankan kegiatan diskusi penulisan kreatif KRI disosialisasikan lewat sekolah-sekolah ataupun organisasi-organisasi remaja.

“Hanya jangan sampai karena sibuk mengurusi manajemen organisasi, kita justru mandul dalam berkarya,” ingatnya, sembari mencontohkan HPKB (Himpunan Penulis Kota Batik) di tahun 90-an yang justru sibuk berorganisasi dan mengabaikan produktivitas karya.

Ina Huda mengharapkan adanya sinergi yang baik antara komunitas-komunitas penulis di Pekalongan, pemerintah daerah maupun praktisi pendidikan. Dengan sinergi ini diharapkan kelak atmosfir penulisan kreatif akan kian besar dan pada gilirannya akan memunculkan penulis-penulis besar dari Pekalongan.

“Di mana ada kemauan, di situ ada jalan,” Ina Huda menyitir ungkapan lama. Kebanyakan orang mengira menulis itu sukar, tapi sesungguhnya anggapan itu tidak sepenuhnya benar. Kuncinya adalah, “Kita tidak perlu melangkah dalam kegelapan selama kita bisa membawa cahaya pengalaman orang lain.”

Ah, di luar juga mulai gelap. Pembicaraan menarik ini musti segera disudahi. Karena sang reporter harus segera pulang. Terima kasih kepada Nr. Ina Huda yang sudah mau berbagi banyak hal meski belum sepenuhnya bisa tergali.

“Siapapun yang berminat berbincang, datanglah ke mari,” janjinya dengan senyum manis mengiringi pamitku. (A1- Foto dokumentasi pribadi)
***

Tidak ada komentar: