Selalu, ada saat-saat di mana aku merasa susah menulis. Saat di mana ide-ide berjumpalitan di ruang benakku, bergerak liar menggedor-gedor selaput otak, mencari jalan keluar namun tak menemu. Hingga otak terasa pepat. Dan kepalaku berderak-derai bagai onderdil mesin kekurangan oli. Atau bermagma bagai gunung berapi menunggu waktu meletus.
Saat ini, ide-ide itu tak mampu kuunyah dalam sekedipan mata. Dan aku merasa seperti orang gila. Kadang terlamun. Kadang terlolong. Kadang menjerit tanpa suara. Magma itu tak jua meletus.
Karena sesungguhnya yang dibutuhkan adalah jemari yang siap menari mengikuti apa saja yang ingin tumpah. Namun kenapa tak juga bisa tumpah? Adakah aku kembali menjadi hakim bagi partikel-partikel ide, menyaring dengan ketatnya mana boleh meletus dan dalam kondisi sematang apa?
Berapa kali komputer kunyalakan namun lagi-lagi mouse mengarah pada file-file penuh coretan kata yang tak berujung dan aku terpaku di hadapannya?
Atau membuka program aplikasi kata namun tak juga mengetikkan satu kata pun tanpa aku hapus setelahnya?
Ayolah, jangan percaya bahwa selalu ada saat sulit untuk menulis hingga menjadikan saat-saat seperti ini sebagai alasan pembenaran untuk tidak menulis. Percayalah bahwa sekarang ini kamu tengah menulis meski itu bukan cerpen untuk koran seperti yang kau inginkan atau novel atau buku non fiksi.
Setidaknya kamu menulis, Ve. Tapi jangan berhenti sebelum ide-idemu tumpah meruah dalam lembar-lembar putih pengolah kata. Jikalau pun tak selesai malam ini, karena rasa capek setelah seharian kerja, percayalah, kamu bisa menyelesaikannya jika kamu menuliskannya. Namun tak akan pernah usai jika tak pernah pula kau tuliskan.
Apa yang akan kau tumpahkan lebih dulu? Menulis untuk buku non fiksi, melanjutkan novel setengah jadi, atau menulis cerpen yang lama nian tidak lagi muncul di lembar media massa?
Sudahi membacamu. Kini saatnya menulis.
Sabtu, Januari 31, 2009
saat-saat sulit menulis
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar