Sabtu, Maret 21, 2009

BOLA SALJU PENULISAN KREATIF PELAJAR PEKALONGAN


BOLA SALJU PENULISAN KREATIF PELAJAR PEKALONGAN

Oleh : Khopipah
Divisi Produksi Forum Lingkar Pena (FLP) Pekalongan

Dalam suatu kesempatan silaturahmi Budi Maryono ke Komunitas Rumah Imaji (KRI) 16 November 2008 lalu, lagi-lagi tampak saling lempar tanggung jawab atas kegagalan pelajaran menulis di sekolah. Adalah Dra. Sri Kusmaniyah, guru Bahasa Indonesia SMA N 1 Kajen yang ‘menangkis’ dakwaan bahwa guru bertanggungjawab atas kegagalan pelajaran ini.

“Sebetulnya kami ingin mengajarkan sastra yang baik, karena dalam kurikulum juga ada bagaimana menulis puisi juga cerpen. Tapi durasi belajar di sekolah hanya dua jam setiap pekan. Bagaimana mungkin dalam waktu dua jam itu anak-anak bisa menyelesaikan 1 buah cerpen misalnya. Belum lagi tuntutan sekolah, yang harus mengejar materi-materi ujian nasional. Kami sebagai guru akan dianggap gagal juga jika banyak yang tidak lulus UAN.”

Begitulah. Dan akan selalu begitu jika polemik seperti ini dilanjutkan. Maka adalah hal yang positif ketika KRI bereaksi dengan sebuah tindakan: menerbitkan buletin penulisan kreatif yang dibagikan secara gratis ke sekolah-sekolah.

Buletin ini boleh dibilang sebagai tindak lanjut penerbitan Bunga Rampai sastra remaja dan pelajar “CIKAL", sebuah kumpulan cerita pendek dan puisi yang ditulis oleh para pelajar dan remaja di wilayah Kabupaten Pekalongan pada April 2008. Adi Toha dalam wacana lokal telah mengupas kekurangan dan kebaikan penerbitan ini (SM 24 Juni 2008).

Sebagai sebuah buletin penulisan kreatif, buletin bernama sama—CIKAL—ini mungkin tidak akan bisa berbuat banyak dalam mengatasi kekurangmampuan siswa dalam menulis kreatif. Namun setidaknya, ini adalah bola salju kecil yang digulirkan KRI dengan harapan akan menggumpal dan membesar.

Secara fisik, buletin ini teramat sederhana. Hanya bentuk fotokopian lima halaman HVS yang dilipat menjadi dua sehingga menghasilkan 20 halaman buletin. Penataan layoutnya pun masih terkesan amatir. Namun justru lewat kesederhanaan fisik itu menjadi pertanda bahwa KRI berani melangkah dengan langkah kecil tanpa harus menunggu kesiapan untuk mampu melangkah yang lebih besar.

Meski sederhana, buletin ini lumayan memberikan pencerahan bagi pembelajaran menulis siswa. Untuk edisi perdana yang diedarkan awal bulan Maret ini buletin menampilkan wawancara dengan seorang penulis Pekalongan, NR. Ina Huda. Ini seolah menyadarkan pada pelajar Pekalongan bahwa ada penulis senior yang bisa digali ilmu dan pengalamannya di sekitar mereka.

Buletin ini juga menampilkan bedah karya puisi dari siswa, tips menulis cerpen dan juga kelas menulis. Dari isinya, tampak bahwa buletin ini—sebagaimana diungkapkan di pengantar redaksinya—ditujukan sebagai wadah saling berbagi (share) karena kegiatan kreatif dengan bertatap muka seringkali sulit dilakukan karena halangan individu.

Yang menarik dari buletin edisi pertama ini adalah ajakan untuk mensupport pendanaan dengan menjadi sponshorship/donatur. Dan di halaman belakang, tercantum pemberi dana untuk edisi perdana ini yang jumlahnya tidak seberapa.

Hal ini menarik untuk dikaji, karena sebagai sebuah komunitas, KRI tidak memiliki donatur tetap bagi kegiatan-kegiatannya. Karena itu untuk edisi perdana ini hanya sanggup mendistribusikan ke sebagian kecil organisasi remaja dan sekolah menengah di Pekalongan dan sekitarnya saja.

Ini tampaknya yang kelak akan menjadi pertaruhan, apakah KRI sanggup mendapatkan dana penerbitan kelanjutannya ataukah tidak dibandingkan dengan apakah KRI sanggup memberikan materi buletin yang berkelanjutan. Karena secara KRI adalah komunitas penulis dan peminat dunia menulis kreatif, saya yakin materi isi buletin tidak akan banyak mengalami kendala. Namun bagaimana dengan dana penerbitannya?

Sanggupkah KRI?

Atau pertanyaan yang lebih tepat lagi, adakah pihak-pihak lain yang siap menyambut bola salju kecil ini dan menggumpalinya hingga membesar sehingga memberikan dampak yang signifikan bagi perkembangan kemampuan menulis pelajar Pekalongan?

Jika kemudian bola salju kecil ini akan terhempas ke dasar lembah dan pecah berkeping, aduh sungguh sayangnya. Maka tak ada gunanya polemik dan mencari kambing hitam dalam kegagalan pelajaran menulis di sekolah. Lebih baik bersama saling mensupport untuk memberikan solusi bagi permasalahan tersebut.
***

2 komentar:

el-ferda mengatakan...

semangat mas...

ciwir mengatakan...

saya akan berkunjung ke pekalongan pada 26 Mei 2009, adakah kawan2 blogger yg siap saya ajak ketemuan?