Minggu, Agustus 26, 2007

Di mana kesalahanku?

Di mana kesalahanku?
1. Aku tak pernah membaca.
Sungguh, ini ironis. Sebagai seorang penulis di mana kerjaku adalah menuangkan adonan-adonan dalam kepala, aku justru tak pernah menyerap bahan-bahan dalam kepalaku ‘dengan benar’. Iya, tiap hari aku membaca. Buku, koran, majalah, web… selalu saja ada yang aku baca.
Tapi sesungguhnya, aku tidak benar-benar membaca!
Lalu apa yang sebenarnya aku lakukan selama ini dengan buku, koran, majalah, web… tersebut?
Aku hanya mencari tahu.
Ketika membaca novel atau cerpen, aku hanya mencari tahu tokohnya nanti akan gimana? Endingnya akan gimana?
Ketika membaca buku, aku mencari tahu, ini mau ngomong apa sebetulnya?
Ketika membaca koran aku mencari tahu, ada apa sih?
Tapi aku tidak benar-benar membaca. Karena membaca dan mencari tahu itu rasanya berbeda. Membaca, segenap tulisan aku raih, aku cerna, aku rasakan, aku nikmati. Seperti halnya menikmati sup dan bukan mencari rasa asamnya.
Mulai sekarang, ketika membaca, aku akan berlatih menjadikan diriku bejana kosong sehingga tak perlu mencari sesuatu. Cukuplah dengan menikmati, dan membiarkan semuanya mengalir… masuk, terserap, mengkayakan diriku.
Mungkin tak mudah mengubah kebiasaan, tapi lebih susah lagi jika tidak punya tekat.
2. Aku tergesa-gesa
Entah ini karakter atau apa, aku selalu tergesa-gesa dalam banyak hal. Dan ini menjadi hal buruk dalam karier menulisku. Bayangkan, setelah diatas tadi aku berbicara tentang membaca—yang berkaitan juga dengan hal ini; tergesa-gesa mencari tahu—rupanya ketergesaan telah meracuni kegiatan menulisku. Aku tergoda untuk sesegera mungkin mengungkapkan apa yang ingin aku katakan. Akibatnya, seperti kata beberapa teman, seringkali klimaks ku kurang greget.
Dan memang, ketergesaan adalah musuh. Kenapa aku tidak menikmati setiap petualangan dalam pendakian puncak?
(Temanku menyeletuk: itu karena kamu belum menikah. Nggak tahu deh korelasinya apa…)
Aku memang selalu tergesa-gesa. Bahkan ketika sholat pun, otakku telah berjalan jauh meninggalkan tubuhku yang bergerak mekanis seperti robot. Tanpa jiwa. Tanpa ekstase.
Mungkin terlambat. Tapi lebih baik menyadarinya sekarang.
Tuhan, bahkan ketika menulis ini pun aku tergesa-gesa.
Dan aku belajar mulai sekarang.
Menyetel lagu lembut.
Menarik napas panjang dan teratur.
Meritmiskan gerak dalam alunan.
Tidak bergegas-gegas.
Menikmati pendakian.
Mungkin tidak langsung sempurna.
Tapi tak ada salahnya berusaha.
Aku harus berlambat-lambat dahulu bersenang-senang kemudian.
Tapi tidak untuk satu hal ini…
Dimana aku sudah tidak tahan…
Dimana aku harus bergegas-gegas…
Dimana aku tak perduli sedang berlatih lambat…
Karena ini begitu mendesak, oleh waktu, oleh tekanan, oleh dorongan dari dalam, oleh… ah, aku kebelet pipiiiisssss….

Tidak ada komentar: