Kamis, Agustus 16, 2007

pertama adalah gagasan

PERTAMA ADALAH GAGASAN

Dari manakah timbulnya gagasan? Ketika bangun pagi-pagi, seorang anak mengambil handuk dan mandi. Gagasan mandi itu timbul begitu saja karena memang dia harus mandi. Itu artinya, gagasan itu timbul karena terpaksa. Atau ketika pulang kursus seorang gadis menyalakan televisi, gagasan itu timbul karena dia ingin menonton televisi. Jadi bisa saja gagasan timbul karena keinginan untuk melakukan ‘sesuatu’, atau terpaksa melakukan ‘sesuatu’.

Dalam konteks kepenulisan, gagasan timbul karena ada sesuatu yang harus (terpaksa) diungkapkan, atau ingin mengungkapkan. Tapi kita tak perlu berdebat apakah gagasan sebuah karya adalah karena terpaksa atau karena ingin. Semua pemicu adalah boleh-boleh saja. Yang penting adalah, jika kita menulis sesuatu, maka harus ada gagasan yang mendasari proses kreatif kita.

Apakah gagasan itu sebuah ide? Ya. Tapi menurut saya, lebih dari sekedar ide jika ide diartikan sebagai ‘isi’. Karena gagasan lebih dari sekedar ‘apa’ yang hendak diungkapkan, namun juga ‘seperti apa’ pengungkapannya.

Ambillah contoh gagasan membut sebuah rumah. Jika kita hanya membayangkan bahwa rumah yang akan kita bangun berisi satu ruang tamu, ruang tengah, tiga kamar tidur, satu kamar mandi, satu dapur. Seperti apakah hasilnya?

Ambillah kertas dan buatlah gambar denahnya. Hasilnya mungkin beragam. Bisa saja kamar tidur itu berderet, bisa salah satu berhadapan, bisa …. Maka akan sulitlah bagi pekerja bangunan dalam melaksanakan tugasnya. Jangan-jangan selalu saja bongkar-bangun yang terjadi!

Akan lain halnya jika kita sudah memiliki gagasan pasti rumah yang akan kita bangun. Baik isi (seperti ruang-ruang di atas) maupun letak dan bentuk rumahnya. Menghadap kemana, halaman terasnya seberapa luas, juga luas ruang-ruangnya. Bahkan sampai warna cat yang dipilih dan ornamen-ornamennya.

Begitu juga gagasan tulisan kita. Apa isinya? Bagaimana bentuknya? Alurnya? Tokohnya? Segalanya … mungkin tidak bisa kita katakan, namun harus ada dalam bayangan kita. Dalam benak kita. Tulisan seperti apa seutuhnya harus bisa kita bayangkan. Dan kita akan mudah dalam menuliskannya.

Makanya, sebagai penulis, kita musti banyak membaca karya orang dengan kritis. Kita cermati bagaimana penulis bisa mengemas cerita (isi) yang sudah banyak ditulis namun dengan gaya (kemasan, bentuk, ornamen) yang asyik. Hal inilah yang bisa mengubah sesuatu yang klise menjadi menarik.

Coba buka majalah Anneka Yess! Cerpen-cerpen yang dimuat banyak yang seragam dalam isi (biasanya cerita cinta remaja). Namun kita akan menemukan kemasan-kemasan yang berbeda. Ini sekedar contoh yang gampang. Kadang kita justru akan menemukan teknik bercerita yang memukau. Bagaimana seorang penulis bisa melakukan seperti itu?
Kreatif. Inovatif. Eksploratif. Itu modal utama.

Bagaimana kalau kita memiliki ide cerita yang bagus namun tak mampu mengemasnya dengan bagus? Saya yakin, cerita itu hanya akan menghuni tempat sampah redaktur. Seperti anekdot yang pernah saya dapatkan dari EH. Kartenegara, seorang pekerja seni di Pekalongan:
"Apa yang mahal dari Aqua?"

Tak mungkin kita menjawab isinya. Meskipun air mineral ini telah diproses dengan proses yang membutuhkan biaya besar, namun kemasannya lah yang membuatnya mahal. Tidak percaya? Cobalah tuang isi aqua dalam kantung plastik dan tuang air kendi dalam botol aqua. Anggaplah kita bisa melakukan itu tanpa merusak segelnya. Menurutmu, pembeli akan memilih yang mana?

Begitu juga dengan tulisan kita. Redaktur (juga pembaca) akan lebih dulu terpesona oleh kemasannya sebelum menikmati isinya.

Punyakah engkau seorang teman yang pintar bercerita? Dia bisa menceritakan sesuatu dengan cara berbeda sehingga kita tidak jemu mendengarnya!
Coba, mintalah beberapa orang untuk bersama-sama ke Pantai Sigandu, misalnya, tanpa kita turut serta. Lalu mintalah satu persatu, dengan terpisah, untuk bercerita. Mana yang menarik? Kenapa?

Yap! Karena meski ide cerita sama, pijakan gagasan sama, namun teknik berceritanya berbeda. Itulah yang saya ingin ungkapkan di sini. Sedapat mungkin, sebelum engkau menuliskan gagasan di kepalamu, matangkan dulu gagasan itu. Kalau perlu, dapatkan beberapa kemungkinan cara pengungkapan. Bagaimana teknik yang akan engkau gunakan untuk ‘menjerat’ pembaca.

Gagasan tentang ‘cara mengungkapkan’ ide tulisan kita inilah yang seringkali dilalaikan. Menganggap bahwa jika yang akan kita katakan ‘hebat’, itu sudah cukup. Padahal, bukankah kita pernah jenuh mendengar seseorang berceloteh sehebat apapun yang dia katakan karena cara mengatakannya bertele-tele, berputar-putar, berulang-ulang dan susah dimengerti?
Apa yang ingin kamu ungkapkan sekarang?

Bagaimana kamu akan mengungkapkannya?

Jika sudah ketemu, ambil pena dan kertas, mesin tik, atau nyalakan komputer. Tulis sekarang sesuai dengan kehendak dalam benakmu. Sesuai dengan gambaran maumu.
Bagaimana jika belum?

Carilah. Pikirkanlah. Karena seorang penulis pada dasarnya adalah seorang pemikir!

Tidak ada komentar: