Minggu, Desember 07, 2008

Nimba Ilmu di Café


Nimba Ilmu di Café

Luar biasa!! Dua dosen yang…luar angkasa!!” (Saking luar biasanya…hahaha) begitu tutur seorang peserta Pelat Pulpen (Pelatihan Penulisan Lingkar Pena) yang datang jauh-jauh dari Depok, Jabar ketika ditanya bagaimana kesannya nimba ilmu di Café BSP Pekalongan Minggu (23/11).

Acara yang dinahkodai ketua Divisi Kaderisasi dan Pengembangan Tulisan FLP Pekalongan, Aveus Har mendapat sambutan yang antusias dari para peserta. Benar-benar diluar dugaan panitia. Selain dimanjakan dengan suguhan enak dan suasana yang oke, para pecinta sastra di Pekalongan dapat menimba ilmu langsung dari dua dosen: Rianna Wati, dosen sastra UNS Solo dan Isnaniyah, dosen Bahasa Indonesia STAIN Solo.

Ditambah lagi gaya kocak Aries Adenata, mantan editor yang kini beralih tugas menjadi Supervisor Marketing penerbit Indiva Media Kreasi menambah suasana semakin cihuy. Aries Adenata yang ngakunya punya trah menajdi orang terkenal membagikan banyak ilmunya bagaimana cara mengirim naskah ke penerbit dan membuka peluang selebar-lebarnya untuk penulis baru yang mempunyai tulisan bermutu.

“Menulis apa?”

Ibu Rianna Wati, penulis sekaligus dosen Sastra UNS menuturkan bahwa banyak orang ingin menulis tapi kemudian berhenti pada ‘nulis apa ya...?’ Tidak ada yang bisa ditulis atau justru kebanjiran ide sehingga bingung menuliskannya. Padahal kalau kita mau, semua yang ada disekitar kita akan menjadi tulisan yang menarik. Hanya saja masalahnya, bagaimana cara menuliskannya?

Ternyata yang bingung nulis bukan cuma saya lho… Bangga banget punya banyak teman yang kebingungan. Wakakak!

Menulis membutuhkan proses latihan! Dan latihan yang kita lakukan janganlah memikirkan lebih dulu bagaimana hasil tulisan kita, yang penting adalah karya (tulisan0 nyata kita. Setelah berkali-kali berlatih nantinya kita akan terbiasa menyusun kata dan kalimat, setelah itu barulah kita coba benahi ‘muatan’ tulisan kita” tambahnya.

***

Bu Isnaniyah, dosen muda berparas cantik itu juga tak kalah oke memberikan ilmunya. Tayangan film dengan bahasan yang lugas dan jelas membuat mudah diserap oleh semua kalangan. Bayangin aja, acara yang semula digelar untuk paramuda ini ternyata dihadiri juga anak-anak SD sampai bapak-bapak. Komplit deh!

Wacana tentang deskripsi, narasi, dan eksposisi dikupas tuntas pada sesi ini. Peserta jadi semakin ‘melek’ pengetahuan tulis menulis.

Menulis dan kreatifitas adalah satu hal yang saling memberi nyawa. Menulis membutuhkan change kreatifitas yang nyaris tanpa batas. Sedangkan kreatifitas tanpa dituangkan dalam bentuk tulisan bagaikan mengoleksi papan tulis dengan debu. Demikian tutur bu Isnaniyah, dosen bahasa Indonesia STAIN Solo yang mengantarkan materi sukses menulis kreatif.

***

Nimba ilmu gak harus di sekolah kan? Pelat Pulpen ini adalah buntut semangat dari acara yang rada-rada ‘aneh’ yang diadain bersama Om Daktur ketika silaturahim ke Rumah Imaji. Waktu itu OD menekankan bahwa “Di luar kelas kita harus terus berproses!” Dan kami membuktikan bahwa kami terus berproses dan menimba imu dimanapun tempatnya.

Yang mencengangkan, ternyata Pekalongan menimbun calon-calon penulis berbakat yang penuh semangat. Pelat Pulpen adalah langkah pertama menghidupkan halaqoh sastra seperti saran Om Daktur. Agar semangat terus berkobar, kedepan kita akan mengadakan Kantin Banget dengan menhadirkan Om Daktur dan krunya ke Pekalongan lagi. Siap kan Om? Semoga, InsyaAllah, Allahu Akbar!

(Yossi Maylani/ Koordinator Forum Lingkar Pena Pekalonan)


Rabu, November 26, 2008

silaturahmi budi maryono di KRI

(FOTO MENYUSUL....)

“Budi Maryono : Pengajaran Bahasa di Sekolah Gagal Total.”

“Pengajaran Bahasa di Sekolah gagal total,” demikian dikatakan Om Daktur, Budi Maryono dalam kunjungannya di Komunitas Rumah Imaji Pekalongan, Minggu (16/11).

Acara santai yang dihadiri lebih dari limabelas anggota komunitas itu memberi wacana baru bagi para guru Bahasa Indonesia khususnya dan seluruh civitas akademika pada umumnya.

“Lulusan SMA, seharusnya mampu menulis apasaja dengan bahasa yang baik,” tambah Om Daktur. Namun pada kenyataannya bahasa anak-anak SMA sekarang dinilai masih berantakan. Semua itu disebabkan karena gurunya telah gagal dalam proses pengajaran.

Hal itu ditanggapi langsung oleh Dra. Sri Kusmaniyah, guru Bahasa Indonesia SMA N 1 Kajen. “Sebetulnya kami ingin mengajarkan sastra yang baik, karena dalam kurikulum juga ada bagaimana menulis puisi juga cerpen. Tapi durasi belajar di sekolah hanya dua jam setiap pekan. Bagaimana mungkin dalam waktu dua jam itu anak-anak bisa menyelesaikan 1 buah cerpen misalnya. Belum lagi tuntutan sekolah, yang harus mengejar materi-materi ujian nasional. Kami sebagai guru akan dianggap gagal juga jika banyak yang tidak lulus UAN.”

Menulis adalah sebuah proses, begitu kata Om Daktur. Sebuah komunitas seperti rumah Imaji perlu dikembangkan dis etiap kota sebagai sarana pembelajaran di luar kelas agar sastra membudaya. Suara Merdeka sudah memberikan fasilitas agar karya para remaja bisa dibaca lebih banyak orang.

Berkomunitas berarti berproses bersama, yang biasa menulis menularkan ilmunya pada yang lain, yang belum menulis diharapkan segera mengejar agar bisa menulis.

Redaktur halaman Suara Merdeka itu menginginkan adanya ‘Halaqoh Sastra’ ada dimana-mana. Karna dengan berkomunitas kita bisa mengalami editan orang lain, menuai kritikan dan pujian, mendapatkan ide-ide baru juga semangat untuk terus berproses menghasilkan tulisan.

“Bagaimana menjadi kontributor surat kabar, Om Daktur?” tanya seorang peserta.“Hal pertama yang harus dilakukan adalah menulis! Jangan mengandalkan bakat. Karena menulis adalah keterampilan.Yang kedua adalah terus belajar menghasilkan karya terbaik.”

Begitu acara selesai, Om Daktur bak artis dadakan dikerubuti penggemar dan wartawan amatiran.

(Yossi Maylani/Koordinator Forum Lingkar Pena Pekalongan)


keterangan: dikirim juga ke suara merdeka

Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.Browser Anda mungkin tidak bisa menampilkan gambar ini.

Selasa, November 18, 2008

Undangan menjadi kontributor proyek kumpulan cerpen PERTAMA KALINYA!*

Undangan menjadi kontributor proyek kumpulan cerpen PERTAMA KALINYA!*

Teman-teman pembaca dan penulis sekalian,

Saya dan Gramedia Pustaka Utama ingin membuat kumpulan cerpen PERTAMA KALINYA! yang isinya menceritakan kisah-kisah pendek pengalaman pertama seorang remaja dalam menjalani kehidupan sehari-harinya dalam tema-tema tertentu berupa cinta, persahabatan, sekolah, keluarga, kehidupan sosial, dan lain sebagainya. 10 cerpen terbaik yang terkumpul dari 10 penulis akan dimuat dalam buku kumpulan cerpen berjudul PERTAMA KALINYA!, diterbitkan oleh penerbit Gramedia Pustaka Utama, dan tentunya kalian akan mendapatkan royalti atas penjualan buku ini!

Sumbangan untuk GNOTA

Sebagian dari hasil penjualan buku kumpulan cerpen ini akan disumbangkan ke GNOTA atau Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (www.gn-ota.or.id). Tiap penulis yang cerpennya terpilih diberi kebebasan apakah akan menyumbangkan seluruh royaltinya untuk GNOTA atau tidak. Penulis yang menyumbang akan mendapatkan laporan dari GNOTA tentang anak-anak asuh dari keluarga pra-sejahtera yang mendapatkan sumbangan tersebut.

Kriteria keikutsertaan cerpen

1. Penulis merupakan warganegara Indonesia

2. Tidak ada batasan usia peserta penulis

3. Penulis hanya diperbolehkan mengirim 1 (satu) buah naskah cerpen

4. Jenis cerita adalah teen literature / teenlit / literatur remaja

5. Genre cerita bebas (dapat berupa romance, horor, action, suspens, dan lainnya)

6. Tema cerpen adalah “pengalaman pertama dalam melakukan sesuatu”

7. Penulis wajib menuliskan tema cerpen di bawah judul dan nama penulis (lihat contoh pada dokumen yang dapat di-download di sini)

Contoh tema antara lain: - Pertama kalinya Renia mengikuti Olimpiade Matematika

- Pengalaman pertama Tarra menanam pohon untuk penghijauan

- Perjalanan Amira pertama kalinya ke Bali

- Hari Natal pertama Clara dengan adik kecil barunya

8. Cerpen ditulis dalam Microsof Word, huruf Times New Roman ukuran 12, spasi 1.5

9. Panjang naskah maksimal 2500 kata

10.Cerpen harus mengandung nilai pembelajaran dan pesan moral yang positif

11. Cerpen tidak boleh memuat hal-hal yang menyinggung SARA

12. Naskah dapat ditulis dalam Bahasa Indonesia baku sesuai Ejaan Yang Disempurnakan, bahasa sehari-hari, maupun gabungan dari keduanya (tidak diperbolehkan menggunakan bahasa singkatan seperti dalam penulisan SMS).

13. Naskah dikirim ke file.cerita@gmail.com dengan subyek: Cerpen PERTAMA KALINYA!, paling lambat tanggal 1 Mei 2009.

14. Peserta yang tidak mengikuti baik satu maupun sebagian dari poin kriteria di atas, maka naskahnya tidak akan diterima.

Cerpen yang terpilih

Penilaian cerpen dilakukan oleh Sitta Karina dan tim editor dari Gramedia Pustaka Utama. Bagi penulis yang cerpennya terpilih, akan dihubungi oleh Sitta Karina via email untuk dimintai biodata. Berikutnya penulis akan berhubungan langsung dengan pihak Gramedia Pustaka Utama untuk mengurus kontrak kerjasama penerbitan buku kumpulan cerpen PERTAMA KALINYA! dan hal-hal administratif lainnya.

Sitta Karina, Sittakarina.com, Gramedia Pustaka Utama, dan GNOTA tidak menerima surat-menyurat berkaitan dengan kegiatan ini. Keputusan tim editor dalam penilaian naskah cerpen adalah mutlak dan tidak dapat diganggu-gugat.

Tujuan dari penerbitan buku kumpulan cerpen PERTAMA KALINYA!

Buku kumpulan cerpen remaja ini diharapkan dapat memiliki 3 fungsi, yaitu sebagai bacaan fiksi yang menghibur, sebagai pedoman “self-help” bagi remaja dalam menghadapi berbagai isu dalam kehidupan sehari-harinya, serta untuk tujuan sosial dengan menyumbangkan sebagian hasil penjualan buku ke GNOTA.

Jakarta , 4 November 2008

Salam hangat,

Sitta Karina

sittakarina@yahoo.com

Kegiatan ini didukung oleh:

*Untuk informasi dan update selengkapnya dapat dilihat di http://pertamakalinya.wordpress.com

**Informasi ini untuk disebarluaskan. Terima kasih.


pelatihan penulisan DLL

waduh!

aku mustinya ditimpuk nih. gimana gak, rumah imaji jadi pendukung kegiatan pelat pulpen alias pelatihan penulisan lingkar pena yang akan diadakan tanggal 23 november 2008 nanti, bahkan aku yang jadi pembuat selebarannya, tapi lupa memposting di sini.

waduh!

aku juga musti ditimpuk karena nggak memposting acara silaturahmi Budi Maryono, redaktur suara merdeka di komunitas kita. meski lewat sms aku sudah meworo-worokan.

waduh juga!

mustinya kalian semua juga kena timpuk.
emang rumah imaji mau gimana kalau kalian pada melempem?

waduh!

Minggu, Oktober 19, 2008

Resensi: Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf

Kata Orang Aku Mirip Nabi Yusuf?

Ditulis oleh AutHor PeLaNgi "Khuzaiyah" di/pada September 27, 2008

Kali pertama membaca judul buku tersebut, yang langsung terlintas di dalam pikiran saya adalah “Seperti apa orangnya? Pasti luar biasa cakepnya!”. Dan ternyata bukan saya saja yang berpikiran demikian. Hampir setiap orang yang membaca sampul buku kumpulan cerpen penulis FLP Jawa Tengah (milik saya) ini, pikirannya langsung mengelana pada kisah klasik Nabi Yusuf dengan segala atributnya.

Yah, buku ini memang menarik. Tidak hanya dari segi judul dan perwajahannya saja, tetapi juga sekumpulan isi yang ada di dalamnya. Sehingga tidak berlebihan jika Joni Ariadinata menyebut buku ini dengan istilah ‘Kebun dan Taman’. Joni menyebutnya sebagai kebun karena kelima belas cerpen di dalam buku ini masing-masing menawarkan buah untuk dinikmati. Disebutnya dengan taman karena disamping menawarkan buah, kelima belas cerpen di buku ini juga menawarkan keindahan. Ya, perpaduan yang pas dan saling melengkapi dalam sebuah karya sastra. Kebun dan taman.

Ketika melihat keseluruhan isi buku ini, maka kita akan menyaksikannya sebagai warna lain FLP. Kenapa? Karena jika selama ini karya-karya FLP dikenal sebagai karya dakwah yang mengesampingkan nilai-nilai sastra dan sering mencantumkan nasehat-nasehat verbal dalam karyanya, maka di dalam KOAMNY ini kedua hal tersebut tidak kita jumpai apa adanya. Di sini mengandung arti bahwa FLP menyajikan karya dakwah dalam versi lain. Tanpa menggurui.

Sebagai contoh, mari kita tengok cerpen KOAMNY karya A. Adenata. Cerpen yang judulnya dijadikan sebagai judul utama buku ini, sekilas tampak biasa saja. Bahkan mungkin kita akan berkomentar “Kayak gak ada tema dan alur lain saja. Masa sih nyontek kisah nabi Yusuf beneran. Tema sama, alur juga sama persis. Klasik!” Tapi tunggu sebentar, lihatlah cuplikan KOAMNY berikut (yang membuktikan bahwa tema ini memang sengaja diracik secara apik. Bukan suatu ketidaksengajaan):

Tuan…! Zulaikha telah menggodaku seperti Zulaikha dulu menggoda Yusuf. Wanita-wanita tangannya tercincang ketika melihatku pada perjamuan makan, sama seperti wanita-wanita dulu melihat Yusuf tanpa sadar tangannya juga tercincang. Selanjutnya saya juga bisa mentakwilkan mimpi pejabat seperti Yusuf yang dulu mentakwilkan mimpi pejabat. Tuan…! Agar kisahku genap seperti Nabi Yusuf, aku punya permintaan”

“Apa itu. Sebutkan?”

“Aku ingin seperti Nabi Yusuf yang mendapatkan jabatan urusan keuangan agar bisa mencegah terjadinya krisis pangan.”

“Apa…?” sang pejabat kaget.

“Berani sekali Kau memintaku seperti itu. Siapakah Kau? Hingga berani meminta itu kepadaku!” sang pejabat marah.

“Aku Tuan. Aku yang mirip Nabi Yusuf!” Suaraku lantang.

“Apa! Kau mirip Nabi Yusuf. Bercerminlah dulu sebelum berkata!” bentak sang pejabat.

Dari sini kita bisa membaca apa yang mungkin ingin disampaikan oleh si penulis. Bahwa segala peristiwa/sejarah sebenarnya bisa terulang. Hanya saja terkadang manusia tidak mau belajar pada sejarah tersebut, sehingga akhirnya dia masuk pada kegagalan yang sama seperti masa lampau. Secara eksplisit A. Adenata juga menyebutkan, bahwa sesuatu yang terjadi berulang-ulang akhirnya akan semakin membekas dalam jiwa. Tuduhan `Mirip Nabi Yusuf` yang terus menerus menimpa tokoh `aku`, menjadikannya yakin bahwa si `aku` memang benar-benar mirip Nabi Yusuf. Cerpen ini cukup menarik, meskipun di akhir cerita penulis `berhasil` membuat bingung pembaca dengan ending terbukanya yang kurang mengena.

Kemudian, mari kita perhatikan cuplikan karya Aveus Har berikut:

Parjo menahan napas. Mendekat ke bibir ranjang. Dengan hati-hati diulurkan tangannya. Keahlian yang lama tidak digunakan kini masih bisa dia lakukan dengan sempurna. Gelang di pergelangan wanita itu telah berpindah ke sakunya.

Cukup.

Atau tidak sekalian kalung emas di lehernya?

Tidak. Parjo tidak mau serakah. Beberapa gelang emas ini cukup untuk membayar uang sekolah Ratmi. Cukup untuk beli sepatu Dudung. Dan sisanya bisa digunakan untyuk jajan anak terkecilnya yang masih balita.”

Apa kira-kira yang ingin ditunjukkan oleh Aveus Har? Yah, benar. Rasa cukup yang selalu ada dalam jiwa-jiwa manusia biasa. Yang penting keluarga bisa makan, anak bisa sekolah dan bisa jajan. Tidak lebih. Berbeda dengan orang-orang `atas`, yang selalu ingin lebih, lebih dan lebih. Di sini secara eksplisit juga tersampaikan bahwa segala sesuatu memang memerlukan keahlian. Termasuk kehalian mencuri.

Di lain paragraf, Aveus Har menuliskan:

Itu alasannya. Dia tak peduli toko tersebut mengambil keuntungan besar dengan harga penawarannya. Yang musti diperdulikan adalah istri dan anak-anaknya. Mereka butuh banyak uang untuk kehidupan yang lebih layak sebagai keluarga terpandang. Jabatan Kepala Sekolah adalah jabatan terhormat. Maka gaya hiduppun harus gaya hidup orang terhormat.”

Dalam cerpen berjudul `Maling` tersebut, Aveus Har mengajak pembaca untuk `membaca` ironi tentang keadilan di negeri ini. Tentang Maling yang kadang diartikan sempit oleh masyarakat. Tentang Maling yang tersembunyi di dalam kantor-kantor/ instansi dan `terdiamkan` saja oleh negara. Dan ironisnya, maling dan `maling`(baca:koruptor) itu menggunakan hasil uang curiannya untuk keluarga-keluarga mereka.

Selain dua prajurit pena di atas, ada prajurit-prajurit lain yang tidak kalah kreatif. Ada Afifah Afra dengan `Perjamuan Malaikat`nya yang mengingatkan kita pada tragedi kelaparan para jamaah haji beberapa waktu yang lalu. Ada Izzatul Jannah dengan `Sudah Mati`nya yang mengobrak-abrik pikiran kita tentang tokoh legendaris Soeharto nan multitafsir. Ada Titaq Muttaqwiati dengan `Elang Hilang Sayap`nya yang kental nilai islamnya. Ada Sakti Wibowo dengan `Battumi Anging Mamiri`nya yang kental nuansa Makasarnya. Khusus untuk Sakti Wibowo, saya agak kurang sepakat dengan pilihannya mengangkat nuansa Makassar. Rasanya agak kurang membumi mengingat antologi ini diterbitkan atas kerja sama FLP Jawa Tengah dengan Taman Budaya Jawa Tengah. Kenapa tidak mengangkat tema kedaerahan Jawa Tengah saja yang tentunya juga kaya warna? Kenapa tidak menulis dengan budaya Jawa Tengah saja? Atau mungkin Sakti Wibowo sudah lupa dengan etnik Jawa Tengah? Semoga saja tidak, seperti yang diungkapkan Afifah Afra dalam pengantarnya :”Ia tetap saja bangga sebagai wong Baturetno. Kalaupun cerpen yang ia tulis sangat kental rasa Makassar-nya, itu menunjukkan bahwa ia ternyata seorang yang gemar berselancar di area multietnik.”

Selain nama-nama yang sudah disebutkan di atas, ada juga Nassirun Purwokartun dengan `Agustus Tahun Depan`nya yang membawa kita pada wacana menunda, menunda, dan menunda. Ada Jazimah Al-Muhyi dengan `Barongan`. Ada M.N. Furqon dengan `Ziarah Batu`nya yang mengajak kita menengok pada zaman materialistik saat ini, dimana segala sesuatunya diukur dengan uang. Kemudian ada `Kerbau Pak Bejo`nya Rianna Wati yang meskipun di ending cerita, Rianna belum membawa konflik pada suatu penyelesaian (hingga pembaca sulit membaca apa yang diinginkan oleh penulisnya), namun cerpen ini cukup membuka mata kita tentang nilai sebuah harga diri dan perjuangan untuk hidup.

Di dalam `Jenmani untuk Ibu` karya Deasylawati P, kita diajak menyaksikan sebuah implementasi tentang `Surga di telapak kaki ibu`. Sardi, sang tokoh utama digambarkan sebagai lelaki yang merelakan waktu dan biaya yang besar untuk memenuhi keinginan ibunya, yaitu memiliki Tanaman Jenmani. Meskipun akhirnya Sardi tertipu karena ketidaktahuannya (tentang Jenmani), hingga uangnya dalam jumlah besar melayang, Namun kita trekesima dengan pengorbanan Sardi untuk Ibundanya tersebut.

Selain itu ada juga `Surat Buat Tuhan` karya Nashita Zayn, `Matahari Tergadai` karya Sunarno, `Bendera Bawang` karya Prana Perdana dan `Kyai Sanca wangsit` karya Kresna Pati.

Secara umum, dapat kita lihat bahwa nama-nama penulis yang tergabung dalam lima belas penulis KOAMNY ini adalah penulis-penulis besar Jawa Tengah yang karya-karyanya sudah malang melintang di dunia penulisan dan perbukuan. Hanya segelintir orang yang termasuk baru, yaitu tiga nama yang saya sebut terakhir tadi.

Kita semua maklum, bahwa semakin besar dan semakin dikenal nama penulis, maka semakin besar nilai tawarnya serta semakin tinggi harga jualnya.

Namun demikian, bukan berarti FLP hanya menampilkan nama-nama yang sudah besar saja dalam setiap antologinya. Karena yang namanya pengkaderan adalah membesarkan sesuatu yang kecil, dan mempertahankan serta meningkatkan sesuatu yang sudah besar.

Jadi, secara tidak langsung munculnya KOAMNY merupakan tantangan tersendiri untuk penulis-penulis FLP yang masih `kecil` untuk lebih gigih menulis, sehingga kelak muncul KOAMNY 2 dengan nama-nama penulis baru.

Sebagai penutup, saya katakan bahwa munculnya KOAMNY juga bisa menjadi bukti dan jawaban bagi kalangan pecinta buku yang anti label FLP, bahwa karya FLP juga memiliki nilai sastra yang kuat dan patut diperhitungkan. Bukan sekedar `karya sampah`. Jika ada beberapa titik yang perlu perbaikan, maka kita mengganggapnya sebagai buah dari pepatah `Tak ada gading yang tak retak`.(y2h/0908)

Pekalongan, 27 September 2008

PENYERET KERANDA DI ANNIDA

PENYERET KERANDA DI ANNIDA


Kebahagiaan saya bulan ini, bukan sekedar cerpen saya dimuat di annida, namun juga karena annida memilihnya utk ditampilkan di galeri dan diulas oleh Joni Ariadinata. Saya paling suka baca ulasan cerpen, baik galeri annida, kakilangit horison maupun ulasan cerpen di buku2 kumpulan cerpen kompas. Saya selalu merasa, betapa cerpen hebat dari penulis hebat pun ternyata memiliki kelemahan. Dan itulah kenapa saya selalu merasa tidak puas dengan karya terakhir saya dan selalu ingin lebih baik utk karya berikutnya.

Ulasan yang menunjukkan kelemahan2 karya yang hebat dari penulis hebat itu pun menginspirasi saya utk tidak takut mengirimkan karya. Karena menyadari pasti ada kekurangan dari sebuah karya yang sehebat apapun tetap tidak akan pernah sempurna, maka berani mengirimkan karya dan berani ditolak adalah alasan kenapa saya tidak mau berhenti belajar dan menulis.

Penyeret Keranda, adalah sebuah cerpen yang saya tulis dalam semangat ingin belajar. Saya mencoba memetaforkan undang-undang hukuman mati yang saya pikir bukanlah tidak mungkin jika masih saja ada kemungkinan utk salah. Karena bagaimanapun, seperti saya metaforkan: "Karena aku bukan Izrail, dan pemberi perintahku bukan Tuhan."

Namun ternyata, apa yang ada dalam kepala saya belum bisa seutuhnya terungkap hingga cerpen itu terlalu lemah dalam mengusung makna. Maka, Mas Joni, terima kasih atas masukan berharga dari Anda. Semoga karya-karya saya akan kembali menyapa Anda, baik di galeri Annida, maupun di ruang lain.

salam,

Aveus Har

PELATIHAN MENULIS CERPEN

aduh, lama gak posting neh. komunitas kita lagi lesu, kurang darah. jujur aja, aku juga lagi capek. kupikir, what the hell i'm doing? aku ngadain komunitas kan biar kita yang suka berimajinasi bisa share bareng. tapi kalau tiap kegiatan musti aku yang on the way... capek juga kan?

ya sudahlah, kalau komunitas rumah imaji lagi nggak pingin bikin kegiatan, ku asyik2 aja. yang penting ku masih bisa belajar dari temen-temen meski lewat web. (makasih utk google yang nganterin aku berselancar dengan nikmat!).

o, ya. buat temen-temen, ada info dari FLP Pekalongan yang akan mengadakan pelatihan penulisan cerpen akhir november nanti. berhubung panitiannya juga Ave, maka menghimbau kepada semua rekan utk bisa ikut. karena tutornya bener2 yang udah kompeten dan datang khusus dari solo (kecuali ave yg katanya akan didaulat juga menjadi tutor darurat)

info selengkapnya hubungi ketua FLP PEKALONGAN, Yossi 08562677126.

BURUAN!

Selasa, September 23, 2008

Memahami Teks Sastra*

Ditulis oleh jalaindra di/pada Februari 18, 2007

Memahami Teks Sastra*

Hermeneutika moderen yang digagas oleh pendirinya, Schleiermacher, berangkat dari sebuah dalil yang berbunyi: Es gilt einen Verfasser besser zu verstehen, al ser sich selber verstanden hat (kita harus memahami seorang pengarang lebih baik dari dia sendiri memahami dirinya). Hal ini sangat mungkin karena sebuah teks sastra sangat multi-interpretable. Dunia yang dibangun oleh teks-teks sastra terbuka untuk didekati dan dimasuki oleh siapa saja, bahkan oleh pengarang sendiri dengan cara yang bisa saja berbeda dari maksud semula saat ia melahirkan sebuah teks sastra. Maksud teks dan maksud pengarang adalah dua hal yang berbeda dan tidak perlu selalu sama dan sejalan.

Ricoeur dalam Interpretation Theory: Discourse and The Surplus of Meaning, menyebut maksud pengarang sebagai utterer’s meaning (makna pengujar), sedangkan makna teks adalah utterance meaning (makna ujaran). Makna pengujar atau makna pengarang sangat bergantung kepada maksud pengarangnya, dan bersifat intensional. Sedangkan makna teks tergantung dari hubungan-hubungan dalam teks itu sendiri dan bersifat proporsional.

Dalam melakukan interpretasi sebuah teks, Schleiermacher membedakan interpretasi psikologis dari interpretasi gramatik. Interpretasi psikologis adalah tafsir yang dilakukan dengan melihat hubungan antara teks dan penulis serta situasi psikologis penulisnya. Sedangkan tafsir gramatik didasarkan pada hubungan yang terdapat antara kata dan kalimat dalam sebuah teks. Setiap teks yang ditulis, dengan demikian mendapatkan apa yang disebut sebagai otonomi semantik, yang membebaskan teks dari tiga ikatan. Pertama, teks dibebaskan dari ikatannya dengan pengarang. Sebuah teks yang tertulis bebas ditafsirkan oleh siapa saja yang membacanya tanpa terikat kepada apa yang semula dimaksudkan pengarangnya. Kedua, sebuah teks juga dibebaskan dari konteks di mana semula dia diproduksikan. Ketiga, sebuah teks dibebaskan dari hubungan yang tadinya terdapat di antara teks itu semula ditujukan.

Teks diandaikan sebagai sebuah dunia tersendiri, yang lebih dari sekedar refleksi dunia psikologis pengarang, atau refleksi dunia sosiologis dari konteks di mana teks tersebut diproduksi. Hubungan teks dengan penulis dibentuk oleh intensi, hubungan teks dengan dirinya dibentuk oleh makna (sense) sedangkan hubungan teks dengan dunia luar teks dibentuk oleh referensi (reference).

Mengapa makna sebuah teks (dalam hal ini teks sastra) begitu penting? Pertama, adalah karena peristiwa-peristiwa akan berlalu, tetapi makna yang melingkupi peristiwa akan tetap tinggal. Kedua, makna teks adalah suatu dunia tersendiri yang berbeda baik dari maksud pengarang, maupun dari dunia referensial, yang dirujuk oleh teks. Makna tekstual (sense) berbeda juga dari dunia referensi, karena teks tidak hanya bercerita tentang referensinya, tetapi membangun dunianya sendiri, yang bisa berlainan atau bertentangan dengan dunia referensinya. Setiap teks yang hadir kemudian mendapatkan semacam otonomi sendiri, otonomi semantik yang selain sanggup membebaskan teks dari maksud pengarangnya, sanggup pula membebaskan diri dari rujukan-rujukan kepada dunia referensial. Apakah sebuah teks sastra hanya bercerita tentang sesuatu, atau teks sastra itu sendiri mau mengatakan sesuatu?

Sosiolog Karl Manheim, pernah mengajukan teori bahwa setiap karya seni (termasuk juga karya sastra) mau tidak mau akan menyampaikan makna pada tiga tingkat yang berbeda. Tingkat pertama adalah makna objektif, yaitu hubungan suatu karya dengan dirinya sendiri: apakah dia gagal atau berhasil menjelmakan keindahan dan pesan yang hendak disampaikannya. Tingkat kedua adalah makna ekspresif berupa hubungan karya itu dengan latar belakang psikologi penciptanya. Suatu karya sastra adalah ekspresi suatu momen tertentu dari episode kehidupan si pencipta. Tingkat ketiga adalah makna dokumenter berupa hubungan antara karya itu dengan konteks sosial penciptaannya. Inilah mengapa sebuah karya sastra yang baik bukan hanya dilihat dari nilai keindahannya semata, melainkan juga nilai kebenaran yang ada di dalamnya.

Georg Lukacs, dalam Die Theorie des Romans, menunjukkan bahwa setiap karya sastra akan menghadapi tiga dilema dalam menunjukkan dan mengatur hubungan dengan antinomi masyarakatnya. Pertama, suatu karya sastra dihadapkan pada dilema romantis ketika dia berusaha menunjukkan bahwa adalah mungkin bagi anggota-anggota suatu masyarakat untuk melepaskan diri dari kaitan-kaitan secara kelembagaan dan ikatan-ikatan kelas sosial serta prasangka-prasangka status sosial. Seni (sastra) seakan-akan bertujuan menciptakan universalitas pikiran dan kesatuan perilaku manusia yang sudah terbebas dari kungkungan konteksnya. Persoalannya adalah, bahwa manusia tidak mungkin berada dan berkembang terlepas dari kaitan dengan lembaga-lembaga, kelas dan status sosial yang ada. Kedua, suatu karya sastra dihadapkan pada dilema intelektualitas. Di sini muncul jarak dan bahkan jurang antara sifat suatu karya seni atau sastra sebagai pengejawantahan Zeitgeist zamannya, yang berarti dia dapat berperan sebagai suatu alat bantu filsafat dan ilmu-ilmu sosial, dan kedudukannya sebagai suatu karya otonom yang harus dibedakan dengan jelas baik dari filsafat maupun dari ilmu-ilmu sosial. Persoalannya adalah, apakah sastra harus heteronom dan mencerminkan semangat zamannya, atau dia dapat juga otonom dan bahkan sanggup menerobos zamannya sendiri dan membuka cakrawala suatu zaman baru? Ketiga, suatu karya sastra dihadapkan pada dilema etis, yang mengandung pertentangan antara keputusan-keputusan individual setiap tokoh dalam sebuah karya dan akibat-akibat dari tindakannya berdasarkan keputusan yang sudah diambil.

Metafor, adalah sesuatu yang lumrah dalam sebuah teks sastra, bahkan itulah yang membedakan teks sastra dengan teks-teks lain semisal laporan jurnalistik dan catatan perjalanan. Metafor, dalam pengertian Ricoeur, adalah lingkaran hermeneutik antara sense dan reference. Sense adalah makna yang diproduksi oleh hubungan-hubungan dalam teks, sedangkan reference adalah makna yang lahir dari hubungan teks dengan dunia di luar teks. Masih menurut Ricoeur, metafor adalah ketegangan di antara fungsi identifikasi dengan fungsi predikasi. Identifikasi berfungsi membatasi dan penting untuk mengidetifikasi peristiwa, sedangkan predikasi berfungsi membuka kembali pembatasan, dan penting untuk mengembangkan makna.

Teks adalah dunia sendiri, seperti juga bahasa bukan hanya sarana untuk mengatakan sesuatu, tetapi adalah dunia tersendiri. Sebuah karya sastra, dengan teks-teks yang dihasilkannya, diharapkan sanggup untuk membangun sebuah dunia tekstual, yang bukan hanya menjadi perbandingan untuk dunia referensial, tetapi bisa menjadi dunia baru, yang mengundang pembaca untuk meninjau dan menikmatinya dan bahkan mungkin juga menghuninya.

*Semacam rangkuman dari buku “Sastra Indonesia Dalam Enam Pertanyaan”, Ignas Kleden, Grafiti, 2004)

Senin, September 08, 2008

lomba menulis cerpen remaja 2008

LOMBA MENULIS CERPEN REMAJA (LMCR-2008)

PT ROHTO-MENTHOLATUM
Kembali menyelenggarakan
LOMBA MENULIS CERPEN REMAJA (LMCR-2008)
Memperebutkan
LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD
Berhadiah Total Rp 80 Juta

• Peserta: Pelajar SLTP, SLTA dan Mahasiswa/Guru/Umum

Kategori Lomba
Lomba terdiri dari (tiga) kategori peserta. Kategori A, Peserta Pelajar SLTP, Kategori B, Peserta Pelajar SLTA. Kategori C, Peserta Mahasiswa/Umum

Syarat-syarat Lomba
1. Lomba ini terbuka untuk pelajar SLTP, SLTA dan Mahasiswa/Umum dari seluruh Indonesia atau yang sedang studi/dinas di luar negeri. Kecuali, karyawan PT ROHTO Lab. Indonesia/agennya dan Panitia Pelaksana
2. Lomba dibuka tanggal 1 Juli 2008 dan ditutup tanggal 10 Oktober 2008 (Stempel Pos)
3. Tema cerita: Dunia remaja dan segala aspek serta aneka rona kehidupannya (cinta, kebahagiaan, kepedihan, harapan, kegagalan, cita-cita, penderitaan maupun kekecewaan
4. Judul bebas tetapi harus mengacu pada tema Butir 3
5. Setiap peserta boleh mengirimkan lebih dari satu judul
6. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik, benar, indah (literer) dan komunikatif
7. Naskah harus asli (bukan jiplakan) dan belum pernah dipublikasikan serta tidak sedang diikutsertakan dalam lomba serupa yang bukan diselenggarakan oleh PT ROHTO
8. Ketentuan naskah:
a. Ditulis di atas kertas ukuran kuarto (A-4), ditik berjarak 1,5 spasi, format 12 point, font Times New Roman, margin kiri-kanan rata (Justified)
b. Panjang naskah minimal 6 (enam) halaman, maksimal 10 (sepuluh) halaman
c. Naskah yang dikirimkan ke Panitia LMCR-2008 dalam bentuk print-out 3 (tiga) rangkap (copy) disertai file dalam CD
d. Naskah disertai ringkasan cerita (synopsis), biodata singkat pengarang, foto pose bebas ukuran 4R dan fotocopy identitas pengarang (pilih satu: KTP/Kartu Pelajar atau Kartu Mahasiswa, SIM atau Paspor yang masih berlaku
e. Setiap judul naskah yang dilombakan wajib dilampiri 1(satu) kemasan LIP ICE jenis apa saja atau seal/segel pengaman SELSUN GOLD FOR TEENS/SENSUN BLUE 5
f. Naskah yang dilombakan beserta persyaratannya dimasukkan ke dalam amplop tertutup (dilem), cantumkan tulisan PESERTA LMCR-2008 dan Kategorinya
g. Naskah dan persyaratan (Butir f) dikirim ke alamat Panitia LMCR-2008 LIP ICE- SELSUN GOLDEN AWARD – Jalan Gunung Pancar No.25 Bukit Golf Hijau, Sentul City, Bogor 16810 – Jawa Barat
h. Hasil lomba diumumkan 10 November 2008 melalui Tabloid Rayakultura Edisi November 2008, www.rayakultura.net dan www.rohto.co.id atau hub HP 08158118140
9. Keputusan Dewan Juri bersifat final dan mengikat
10. Naskah yang dilombaklan jadi milik PT ROHTO, hak cipta milik pengarangnya


Hasil Lomba
Masing-masing kategori: Pemenang I, II, II dan 5 (lima) Pemenang Harapan Utama serta 10 (Sepuluh) Pemenang Harapan

Hadiah Untuk Pemenang
- Kategori A: SLTP
• Pemenang I: Uang Tunai Rp 4.000.000,- + LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD; Pemenang II: Uang Tunai Rp 3.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN; Pemenang III: Uang Tunai Rp 2.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Selanjutnya, 5 (lima) Pemenang Harapan Utama, masing-masing mendapat Uang Tunai Rp 1.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Untuk 10 (sepuluh) Pemenang Harapan masing-masing mendapat Piagam LIP ICE-SELSUN dan Bingkisan dari PT ROHTO. Seluruh Pemenang mendapat hadiah ekstra 1 (satu) Buku Kumpulan Cerpen Pemenang LMCR-2007
Hadiah untuk sekolah Pemenang I, II dan III masing-masing memperoleh hadiah sebuah televisi

- Kategori B:SLTA
• Pemenang I: Uang Tunai Rp 5.000.000,- + LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD; Pemenang II: Uang Tunai Rp 4.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN; Pemenang III: Uang Tunai Rp 3.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Hadiah untuk 5 (lima) Pemenang Harapan Utama masing-masing mendapat Uang Tunai Rp 1.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Bagi 10 (sepuluh) Pemenang Harapan masing-masing mendapat Piagam LIP ICE-SELSUN dan Bingkisan dari PT ROHTO. Seluruh Pemenang mendapat hadiah ekstra 1 (satu) Buku Kumpulan Cerpen Pemenang LMCR-2007
Hadiah untuk sekolah Pemenang I, II dan III masing-masing memperoleh hadiah sebuah televisi

- Kategori C:Mahasiswa, Guru dan Umum
• Pemenang I: Uang Tunai Rp 7.500.000,- + LIP ICE-SELSUN GOLDEN AWARD; Pemenang II: Uang Tunai Rp 6.000.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN; Pemenang III: Uang Tunai Rp 4.000.000,- + Piagam LIP ICE SELSUN. Bagi 5 (lima) Pemenang Harapan Utama masing-masing mendapat Uang Tunai Rp 1.500.000,- + Piagam LIP ICE-SELSUN. Pemenang Harapan 10 pemenang, masing-masing mendapat Piagam LIP ICE-SELSUN + Bingkisan dari PT ROHTO. Seluruh Pemenang mendapat hadiah ekstra 1 (satu) Buku Kumpulan Cerpen Pemenang LMCR-2007

Catatan:
Pajak hadiah para pemenang ditanggung oleh PT ROHTO Laboratories Indonesia

Ketua Panitia LMCR-2008
Dra. Naning Pranoto, MA

reportase FORMA KRI-FLP

REPORTASE: FORMA KRI-FLP

Kalau postingan kemarin Forum Bersama itu kita singkat menjadi FORBER, sekarang kita ganti menjadi FORMA. Kedengarannya lebih enak ya? Nah, meskipun acara kemarin tidak ada fotonya (karena baik KRI maupun FLP tidak mempunyai foto digital) maka setidaknya ada reportasenya nih. Meskipun … yah, cuma sekedar cerita dikit aja. Heran deh, mustinya kita mempunyai reporter untuk kegiatan-kegitan kita ya?

Acara, seperti pada umumnya kebiasaan kita, mulur satu jam. Ketika Ave dan Dayat datang jam 15.00 WIB, ruang pertemuan juga belum dibuka. Di belakang, mas Tarno dan mbak Yossi sedang sibuk dengan bakaran ayam. Heran, kenapa nggak ada yang bantu ya?

Ave dan Dayat bantu nyiapin tempat pertemuannya. Menggelar tikar. Pingin bantu nyicipin masakan tapi percuma. Pasti sudah enak. He he he… orang lagi puasa mau nyicipin, ntar malah ‘melupa’ dan makan….

Ya udah, duduk-duduk aja nunggu yang lain datang. Dan akhirnya pada berdatangan juga. Meski baru 8 orang, acara di mulai jam 16.10 WIB. Setelah dibuka oleh Ummu, acara dilanjutkan tilawah oleh Tria. Lalu dilanjut dengan Sharing: “aku dan proses kreatif”.

Acara memang ‘dilukir’. Karena menurut Ave, diskusi “kematian penulis” nanti kalau sudah pada datang semua. Begitulah, mbak Yossi meski haus (ya iya lah! Secara puasa gitu lho!) memoderatori acara berbagi pengalaman ini. Dan mulailah meluncur dari temen-temen tentang proses kreatif mereka dalam berkarya. Sambil curhat-curhatan ini, undangan lain juga pada berdatangan.

Ternyata, sebagian besar teman-teman mengaku sedang mandul karya. Meskipun Dayat misalnya mengaku telah mengirimkan 60 cerpen ke majalah Anneka dan belum juga ada yang nongol. Yang dikomentari mbak Yossi dengan mengatakan bahwa Joni Ariadinata pun pernah mengalami naskah tidak dimuat sebanyak 500 biji dan sekarang siapa yang meragukan kualitas karyanya? Jadi dalam proses, kebelumberhasilan itu hal yang wajar.

Tria yang curhat kemudian bilang pernah bikin novel dan belum jadi. Dikirim ke Afifah Afra untuk minta komentar sebelum melanjutkan tapi tidak ada komentar. Dan bertanya ke forum “bagaimana cara memperbaiki suatu karya?” yang di jawab dengan kebisuan, desahan dan garuk-garuk kepala seolah mengatakan “sama lah masalahnya ma kita-kita” he he he he… entar Tria, moga ada yang sudi menjawabnya ya…. Di tunggu di rumahimaji@gmail.com.

Kiki, Lufi, Priana, Ari, setali tiga uang. Hanya nulis coret-coret kecil di diary. Tapi kiki lebih berani mempublikasikan karya ke temen-temennya lewat sms. Untung cuma puisi yang kau sms kan. Kalau novel juga kau sms kan, senanglah operator selular yang belakangan banyak bikin pusing dengan tarif-tarifnya ini! Absar yang lumayan nih. Cewek smp ini setidaknya sudah nulis dan dimuat di buku CIKAL.

Bambang, Udin, Ummu, Siti Khuza malah mengaku lagi tidak berkarya. Aduh … lagi sibuk ya? Yang lagi getol nulis Luluk yang sekarang lagi nulis kisah-kisah hidupnya meski belum dikirim ke media. Widyasari lagi nyelesein novel. Yossi lagi nyelesein buku non-fiksi. Dan Ave sedang getol belajar nulis cerpen koran. Bukannya sudah tidak mau nulis di majalah remaja lagi, katanya, tapi pingin membuktikan diri saja bahwa dia juga bisa nulis di koran meski saat ini belum juga bisa nembus. Semangat Ve ya…

Acara kemudian dilanjutkan dengan diskusi “Kematian Penulis: Apa, mengapa dan bagaimana mengatasinya.” Dipandu Aveus Har sebagai moderator, forum sepakat memberikan definisi Kematian Penulis adalah kondisi dimana penulis atau calon penulis tidak lagi berkarya. Dan pertanyaan untuk forum kemudian adalah ‘mengapa terjadi kematian penulis?’

Dari forum terungkap beberapa sebab yang mengakibatkan kematian penulis yakni kurangnya percaya diri pada karya sendiri, rasa malas dalam menulis, kesibukan lain yang menyita, kekeringan ide untuk dituangkan, hasil karya selalu ditolak oleh media. Kelima hal itu diungkapkan oleh Luluk. Yang oleh M. Isa diklasifikasikan sebagai sebab eksternal dan sebab internal.

Tria menambahi sebab media nggak fair dengan nama baru. Katanya dia pernah baca cerpen Putu Wijaya yang jelek tapi dimuat. Dia menduga faktor keterkenalan berpotensi untuk memunculkan karya. Yang ditimpali Ummu: berarti kita harus terkenal dulu aja!

Ummu kemudian menambahi: lemahnya cita-cita, lemahnya obsesi dan orientasi juga menjadi sebab kematian penulis. Ave menambahi, sebalik kurang percaya diri, rasa terlalu percaya diri, merasa karyanya telah hebat pun bisa membuat matinya penulis.

Dari seabrek sebab musabab itu kemudian dicoba mencari solusi. Untuk kurang percaya diri solusinya adalah mempunyai motivator, baik buku maupun person. Sedang agar tidak merasa terlalu percaya diri dibutuhkan pembedah karya. Bagaimana dengan sebab kematian lain?

Karena bedug maghrib telah menggema dan saatnya berbuka, maka pertanyaan dibiarkan menggantung untuk didiskusikan lain waktu. Selamat menunaikan ibadah puasa!

Selasa, September 02, 2008

FORUM BERSAMA KOMUNITAS RUMAH IMAJI DAN FORUM LINGKAR PENA PEKALONGAN

FORUM BERSAMA KOMUNITAS RUMAH IMAJI DAN FORUM LINGKAR PENA PEKALONGAN

(FORBER KRI-FLP)


Teman, komunitas rumah imaji akan mengadakan kegiatan bersama FLP Pekalongan. Kegiatan ini dalam rangka pertemuan rutin KRI dan FLP yang sekaligus juga sebagai ajang silaturahim.

Insya Allah kegiatan akan diadakan pada:

Hari : Minggu sore

Tanggal : 7 September 2008

Waktu : 15.00 – 18.30 WIB

Tempat : Rumah Yosi Maelani, Kauman Gg. Jambu Rt. 06/03 Wiradesa, Gg. PKU Muhammadiyah ke barat kurang lebih 30 meter. Cara menjangkaunya, dari perempatan Gumawang Wiradesa ke utara ada Masjid Kauman. Di belakang masjid ada PKU Muhammadiyah. Nah, gang jambu tu ada di samping KPU. Kalau kesulitan menemukan tempatnya, bisa hubungi Yosi di 08562677126.

Biaya : GRATIS

Rundown acara:

Rundown acara:

15.00 – 15.30
Acara : Absensi
Personel : Lulu’

15.30 – 15.45
Acara: Pembukaan
Mc: Umu Sulaimah

15.45 – 16.00
Acara: Tilawah
Personel: M. Isa

16.00 – 17.00
Diskusi: “Kematian Penulis: Apa, mengapa dan bagaimana mengatasinya”
Moderator: Aveus Har
Pembicara: Seluruh Peserta

17.00 – Maghrib
Sharing: “Aku dan Proses Kreatif”
Moderator: Yossi Maelani
Pembicara: Seluruh Peserta

Maghrib – 18.30
Buka Bersama dan Sholat Maghrib
Personel: Seluruh peserta

18.30 – Seleseai
Penutup
Mc: Umu Sulaimah




Teman-teman yang kami undang nantinya akan diminta konfirmasi kesediaan. Dan yang tidak kami undang tetapi ingin ikut bisa hubungi aveus har 085742086881.

Sampai ketemu ya…

Jumat, Agustus 15, 2008

Sayembara Menulis Surat Cinta

[cerkit] Sayembara Menulis Surat Cinta

Thursday, August 14, 2008 9:00 PM
From:
Add sender to Contacts
To:
cerkit@yahoogroups.com
==True Love Keeps No Secret
Sebuah Surat Cinta Untukmu==

Mencintai itu indah. Mencintai itu butuh pengungkapan. Mencintai boleh dilakukan oleh siapa saja. Termasuk kamu yang lagi jatuh cinta atau yang pernah jatuh cinta. Tidak ada larangan untuk mencintai siapa pun atau apa pun. Sekarang, tuliskan apa yang kamu rasakan, lalu ikuti Sayembara Menulis Surat Cinta GagasMedia. Mau bongkar-bongkar file lama untuk dikirimkan juga boleh, kok. Tapi baca dulu syaratnya, yah….

- Peserta berusia 14-29 tahun.
- Tulisan terdiri atas maksimal 1.500 kata.
- Setiap peserta berhak mengirimkan maksimal dua buah surat cinta.
- Penilaian dalam sayembara ini adalah diksi (pilihan kata), kreativitas, dan cara mengekspresikan perasaan.
- Mengisi serta menyertakan: formulir, pernyataan keaslian karya, dan kesediaan untuk diterbitkan. Bisa didapat di buku Wednesday Letter dan Yakuza Moon yang akan terbit 15 Agustus 2008.
- Tulisan dikirim dalam bentuk print out dan CD ke Redaksi GagasMedia Jl. H. Montong no.57 Ciganjur Jagakarsa Jakarta Selatan 12630. Paling lambat 20 September 2008. Tulis: True Love Keeps No Secret di sebelah kiri atas amplop.
- Pengumuman akan dilakukan melalui web dan blog GagasMedia.
- Karya yang dikirim menjadi milik panitia.
- Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat.

Dua puluh lima pemenang akan bersanding dengan para penulis GagasMedia dalam buku kumpulan surat cinta. Masing-masing berhak mendapat hadiah uang sejumlah Rp250.000, paket buku senilai Rp200.000, dan dua buah nomor lepas buku.

Sayembara Penulisan Tentang Guru

[cerkit] Sayembara Penulisan Tentang Guru

Thursday, August 14, 2008 9:01 PM
From:

To:
cerkit@yahoogroups.com

==Yang akan kukenang seumur hidup
Catatan Kecil tentang guruku==

Guru baik bikin terharu, guru asyik bikin belajar jadi seru, guru galak bikin senewen. Masa, sih? Kalau kamu punya pengalaman berkesan bareng guru kamu, bagi saja cerita kamu di sayembara menulis kisah tentang guru. Di sini, kamu bisa tuangkan pengalaman senang, sedih, kesal, atau mengharukan bersama gurumu. Caranya gampang, kok.

- Peserta adalah murid SMP atau SMA.
- Tulisan terdiri atas minimal 1.500 kata dan maksimal 2.000 kata.
- Peserta berhak mengirimkan maksimal dua buah karya tulis.
- Menyertakan formulir dan pernyataan keaslian karya dan kesediaan untuk diterbitkan yang bisa di-download di web (www.gagasmedia. net) dan blog (http://kandangagas. blogspot. com), jangan lupa juga sertakan kartu pelajar (kartu pelajar harap di-scan apabila mengirimkan karya via email).
- Karya tulis dikirim melalui email ke sayembaraceritaguru @gagasmedia. net atau kirim via pos dalam bentuk CD atau disket ke Redaksi GagasMedia Jl. H. Montong no. 57 Ciganjur Jagakarsa Jakarta Selatan 12630 dengan subject: Yang Akan Kukenang Seumur Hidup.
- Pengumuman akan dilakukan melalui web dan blog GagasMedia.
- Keputusan juri tidak dapat diganggu gugat;
- Karya tulis menjadi milik panitia.
- Sayembara ditutup pada 10 Oktober 2008.

Dua puluh lima pelajar yang memenangi sayembara ini, masing-masing akan mendapat hadiah berupa uang tunai sebesar Rp250.000 dan paket buku senilai Rp200.000. Hasil karya pemenang akan dibukukan oleh GagasMedia dan masing-masing pemenang akan mendapatkan 2 buah nomor lepas dari buku tersebut. Jadi, ingat-ingat lagi, deh, pengalaman tak terlupakan bersama gurumu, lalu tulis jadi cerita ?.

__._,_.___

Senin, Agustus 11, 2008

Ketika (Akhirnya), Cerpen Pertamaku Dimuat


Ketika (Akhirnya), Cerpen Pertamaku Dimuat
Oleh: T. Sandi Situmorang

Membaca cerita fiksi, terutama cerpen, merupakan hal yang paling saya suka. Saya tidak mengingat persis semenjak kapan saya menyukai hal tersebut. Hanya yang saya ingat, saya selalu meminta seorang kakak untuk meminjam majalah kumpulan cerpen remaja kepunyaan tetangga. Namun untuk menulis cerpen tidak pernah terlintas dalam benak. Sampai, pada pertengahan tahun 1991, saya membaca sebuah artikel pada salah satu majalah remaja terbitan Jakarta.

Dalam artikel tersebut dituliskan, honor sebuah cerpen pada majalah itu minimal Rp. 75.000. Sungguh saya terkejut. Saya tidak mengira honor sebuah cerpen bisa sampai semahal itu. Apalagi katanya, Rp. 75.000 itu merupakan harga minimal. Mereka berani membayar lebih jika cerpen itu memang bagus ( Sayangnya, sampai tahun 2003, honor di majalah tersebut tetap Rp.75.000. dan agaknya bukan harga minimal, melainkan harga mati)
Dari situ, saya tergelitik untuk mencoba menulis cerpen. Meski memakan waktu yang cukup lama, selesai juga sebuah cerpen.

Lantas, pada awal tahun 1992, cerpen tersebut saya kirim pada majalah berhonor Rp.75.000 tadi, dengan harapan besar akan dimuat. Namun demikian, saya bubuhkan juga perangko pengembalian secukupnya. Untuk berjaga-jaga kemungkinan cerpen itu tidak layak muat.
Asa saya bangun, bertambah tinggi setiap hari. Setiap membuka majalah terbaru, dada saya berdebar. Berharap cerpen yang saya kirim termuat di dalamnya. Demikian juga jika Pak Pos yang datang. Adakah cerpenku yang di-retour?

Bulan berganti bulan. Nasib cerpen yang saya kirim tetap tidak jelas. Namun demikian saya coba untuk menulis cerpen baru. Saya kirim lagi ke majalah yang sama. Namun nasibnya tidak berbeda dengan terdahulu. Dimuat tidak, dipulangkan juga tidak.

Putus asa sempat hadir dalam hati. Untungnya seorang abang terus memotivasi agar saya tidak lekas menyerah. Katanya, barangkali saja cerpen yang saya kirimkan itu menyangkut entah di mana, atau bisa jadi sedang antri untuk dimuat. Tiap membuka majalah edisi terbaru, saya hanya bisa menelan kekecewaan. Karena saya hanya menatap karya-karya orang lain di sana.
Sampai akhir tahun 1993, berkisar 15 cerpen telah saya kirim pada majalah yang sama. Namun semua bernasib serupa. Berlalu tanpa kabar. Padahal saya selalu menyelipkan perangko pengembalian lebih dari cukup.

Hal tersebut jelas membuat patah semangat. Dua tahun menulis namun tanpa hasil. Sempat terlintas niat untuk tidak lagi menulis. Tapi entah mengapa, di lain waktu niat untuk menulis muncul kembali.

Tahun 1994 awal, saya coba mengirimkan sebuah cerpen ke majalah remaja yang lain. Beberapa bulan kemudian saya menerima sebuah amplop berlogo majalah remaja tersebut. Saya buka, ternyata cerpen saya dikembalikan. Di sana dijelaskan di mana letak kekurangan cerpen saya itu.

Semangat saya terlecut, motivasi yang hampir redup bersinar kembali. Ternyata saya cerpen tidak dicuekin begitu saja. Jelas, dikembalikannya cerpen itu, membuat saya merasa sangat dihargai. Bukan seperti pada majalah remaja sebelumnya.

Dengan motivasi dan semangat baru, saya menulis lagi. Dalam satu amplop besar saya kirim 3 cerpen pada majalah yang telah berkenan memulangkan cerpen saya.

Sampai, pada akhir November 1994 saya membaca lembaran edisi yang akan datang pada majalah tersebut. Masih jelas saya ingat, di sana tertulis: …yang juga menarik adalah yang ditulis T. Sandi S., judulnya Jalinan Terlarang. Hem, kamu mesti baca, deh!

Saya kaget, terkejut dan surprise luar biasa, hingga membacanya berulang-ulang. Saya nyaris tidak percaya. Saya takut ini hanya sebuah mimpi. Tak sabar saya menantikan edisi terbaru majalah tersebut, hingga selalu saya menghitung hari. Sampai hari yang saya tunggu tiba, di sebuah toko buku saya buka majalahnya.

Di depan saya terpampang judul sebuah cerpen dengan nama saya di bawahnya sebagai penulis. Saya tidak bisa menjabarkan seperti apa perasaan saya ketika itu. Yang saya ingat, ternyata semangat dan motivasi yang harus saya pompa berkali itu, berbuah hasil yang sangat manis juga.

* * *

Biodata Penulis:
T. Sandi Situmorang, lahir di Hutaraja, Sumatera Utara, 10 Desember 1978. Cerpen pertama dimuat di majalah Anita Cemerlang. Lebih dari seratus lima puluh cerpen telah dipublikasikan pada sejumlah media, diantaranya: Anita, Aneka, Kawanku, Keren Beken, Ceria Remaja, Cinta, Kompas Anak, Suara Pembaruan, Teen, Jurnal Nasional, dll. Buku yang sudah terbit berjudul Cewek Matre ( Penerbit Andi, 2007). Cerpennya juga termuat dalam Antologi Cerpen Koran Medan ( Dewan Kesenian Medan, 2006), Komunitas Sastra Indonesia: Catatan Perjalanan ( Tangerang, 2008) dan sebuah cerpen remaja juga termuat dalam buku Bahasa Indonesia untuk kelas dua SMP, Penerbit Erlangga. Kini tinggal di Binjai, Sumatera Utara.